Rabu, 30 Oktober 2013

masyarakat asli KALIMANTAN dan mata pencarian SUKU DAYAK


1.Masyarakat Asli KALIMANTAN

Suku Dayak adalah Suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok dan tinggal di daerah pedalaman seperti di gunung dan sebagainya, salah satu kelompok asli terbesar dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak mengenal menyerah atau pantang mundur.
  1. Awal Terbentuknya Dayak
Pada tahun 1977-1978 saat itu benua Asia dan pulau Kalimantan merupakan bagian nusantara yang menyatu yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.
Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku berbeda.
Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.
Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.
Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto kertodipoero,1963).
Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau kalimantan. Kelompok suku dayak terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405. Masing-masing sub suku dayak di pulau kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya.
Kata dayak beasal dari kata “Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan kalimantan umumnya dan kalimantan barat khususnya (walaupun kini banyak masyarakat dayak yang telah bermukim di kota atau provinsi), mempunyai kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya. Suku dayak sebagai salah satu kelompok suku asli terbesar dan tertua yang mendalami pulau kalimantan.
Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608).
Masyarakat dayak sangat tertarik ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi jual-beli barang kebutuhan, dan interaksi kebudayaan, menyebabkan pesisir kalimantan barat menjadi ramai dikunjungi pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka.

2.Mata Pencaharian Suku Dayak
Kalimantan memiliki landasan tanah yang terdiri dari karang padas, dan lapisan tanah humus yang tipis, sedang daratannya berupa hutan. Dengan penduduk yang tidak begitu padat. Berladang menjadi salah satu pilihan mata pencaharian masyarakat suku Dayak. Pekerjaan ini membutuhkan banyak tenaga. Sehingga pengerjaannya dilakukan oleh kelompok yang biasanya berdasarkan hubungan tetangga atau kekerabatan. Jadi bisa dibilang sistim mata pencaharian.
sistem perladangan dilakukan dengan cara berotasi atau bergilir, merupakan budaya khas semua suku Dayak. Sistem perladangan semacam itu mempunyai kearifan dan pengetahuan tersendiri, dalam hal pemeliharaan keseimbangan lingkungan.
Namun demikian, sistem perladangan semacam ini sering dipecundangi, dituduh tidak produktif dan merusak hutan. Suatu vonis yang harus diluruskan sebab banyak penelitian telah membuktikan salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dove (1988) terhadap suku Kantu di Kalimantan Barat yang menyatakan sistem perladangan suku Dayak tidak menyebabkan kerusakan hutan atau lingkungan.
Selain berladang, terutama pada saat menunggu waktu membuka lahan, suku Dayak melakukan pekerjaan lain. Diantaranya adalah berburu, mencari hasil hutan, dan mencari ikan di sungai.

A.Pengawetan Makanan.
          Alasannya agar makanan yang  ada bias bertahan lama karena masyarakat dayak hanya memakai cara-cara alami tidak ada pengawetan makanan seperti zaman modern ini.Contohnya:kulkas,formalin atau lapisan lilin yang tipis.
          Cara pengawetan makanan pada zaman lokal sebagai berikut:
·         Kariting atau karapas
Ialah salah satu cara pengawetan daging babi.
Caranya:Daging dan lemak babi ditaburi garam dan disangrai hingga kering.Setelah dingin disimpan bersama lemaknya dalam suatu wadah yang bias ditutup rapat.Pengawetan cara ini bias bertahan selama 6 bulan asalkan jangan terkena air.
·         Sehei
Adalah satu cara untuk mengawetkan ikan.Daya tahan cara pengawetan ini tidak lebih dari tujuh hari.Caranya:yaitu ikan yang masih baru di panggang di atas bara api hingga kering benar.
·         Kalasuam
Adalah cara pengawetan daging buruan atau ikan agar rasanya tidak berubah.namun pengawetan cara ini daya tahannya tidak lebih dari tujuh hari.Caranya:ikan atau daging yang akan di awetkan diberi garam secukupnya,dikasih sedikit air,dimasak setengah matang di atas api dan tutup panci jangan di buka hingga saat akan dimanfaatkan.
Berburu hewan
Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah masa tanam, yakni saat menunggu panen dari kebun mereka. Mata pencaharian suku Dayak pedalaman ini biasanya berburu di hutan dan mencari ikan di Sungai. Hewan yang sering menjadi tangkapan mereka dan menjadi makanan sehari-hari adalah babi hutan, unggas dan hewan yang bisa ditangkap lainnya. Dengan masuknya pendidikan formal di kalangan suku Dayak, banyak dari mereka yang meninggalkan pola berburu menjadi pola beternak. Umumnya ternak mereka adalah babi karena sangat mudah mencari makanannya. Babi adalah bahan makanan dan juga merupakan binatang yang sering digunakan dalam upacara adat tradisional suku Dayak. Selain itu juga ada ayam yang diternak secara bebas, tanpa diberikan kandang.
 B.Alat Berburu
          Peralatan berburu adalah sebagai berikut:
·         Tampuling,
·         Jarat,
·         Tambuwung,
·         Sangguh sipet,
·         Sangguh atep,
·         Sambulut,
·         Katek,
·         Sepan-sepan,
·         Salugi,
·         Sansuruk/jarat pelanduk,
·         Sampiti/poti,
·         Sangkatok/saketung/jarat tupai.
Berburu pada zaman lokal tidak akan berefek terhadap lingkungan.Sangat berbeda dengan zaman modern.Cara berburu pada zaman modern banyak berefek pada lingkungan.Contohnya:penangkapan ikan di laut.

C.penangkapan ikan
Alasan dan tujuan penangkapan ikan adalah ikan yang telah didapatkan dari berburu akan dijadikn makanan dan juga di awetkan agar rasa daging ikan tidak berubah.Cara menangkap ikan pada zaman lokal bukannya merusak malahan bersahabat dengan lingkungan contohnya menangkap ikan di sungai. Dengan cara                                                            
1. memancing
2.marengge
3.pasat
4.malunta
5.buwu
6.manyauk(saok).

D.penangkapan hewan darat
Alasan dan tujuan penangkpan hewan darat adalah untuk makanan bertahan hidup dari kelaparan.Dari zaqman lokal sampai zaman modern perburuan hewan yang ada didarat dilaut , sunbgai, maupun diudara selalu dilakukan.Tetapi cara dan pemanfaatannya berbeda.Pada zaman lokal masyarakat dayak menangkap hewan menggunakan sumpit atau yang dikenal dengan sipet dan juga tombak.Pemanfaatannya untuk makanan saja tidak digunakan untuk macam-macam.Sedangkan pada zaman modern masyrakat dayak menggunkan tembakan atau pistol,panah, pemanfaatannya merugikan.

E.penangkapan burung
Alasan dan tujuan penangkapan burung untuk dijadikan makanan. Zaman dulu masyarakat suku dayak Kalimantan tengah cara menangkap burung besar si pemburu akan menirukan suara burung dengaan mulutnya sendiri dan dimiripkan dengan suara elang.Bisa juga dengan sumpit atau  tombak.Jarum,sumpit yang digunakan berburu burung dioleskan dengan ramuan racun yang berfungsi untuk melumpuhkan atau bahkan mematikan.

Kesimpulan
Masyarakat dayak mencari mata pencarian dengan cara berburu,bertani,dan berkebun.ada seorang peneliti telah membuktikan bahwa cara pencarian  suku dayak tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Itu telah membuktikan dari salah satu isu  yang mengatakan bahwa “Kabut asap di akibatkan oleh masyarakat dayak”.

1 komentar:

  1. trimakasih buat informasinya, postingan ini membantu menyelesaikan makalah UAS saya.

    BalasHapus