Rabu, 30 Oktober 2013

masyarakat asli KALIMANTAN dan mata pencarian SUKU DAYAK


1.Masyarakat Asli KALIMANTAN

Suku Dayak adalah Suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok dan tinggal di daerah pedalaman seperti di gunung dan sebagainya, salah satu kelompok asli terbesar dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak mengenal menyerah atau pantang mundur.
  1. Awal Terbentuknya Dayak
Pada tahun 1977-1978 saat itu benua Asia dan pulau Kalimantan merupakan bagian nusantara yang menyatu yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.
Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku berbeda.
Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.
Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.
Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto kertodipoero,1963).
Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau kalimantan. Kelompok suku dayak terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405. Masing-masing sub suku dayak di pulau kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya.
Kata dayak beasal dari kata “Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan kalimantan umumnya dan kalimantan barat khususnya (walaupun kini banyak masyarakat dayak yang telah bermukim di kota atau provinsi), mempunyai kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya. Suku dayak sebagai salah satu kelompok suku asli terbesar dan tertua yang mendalami pulau kalimantan.
Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608).
Masyarakat dayak sangat tertarik ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi jual-beli barang kebutuhan, dan interaksi kebudayaan, menyebabkan pesisir kalimantan barat menjadi ramai dikunjungi pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka.

2.Mata Pencaharian Suku Dayak
Kalimantan memiliki landasan tanah yang terdiri dari karang padas, dan lapisan tanah humus yang tipis, sedang daratannya berupa hutan. Dengan penduduk yang tidak begitu padat. Berladang menjadi salah satu pilihan mata pencaharian masyarakat suku Dayak. Pekerjaan ini membutuhkan banyak tenaga. Sehingga pengerjaannya dilakukan oleh kelompok yang biasanya berdasarkan hubungan tetangga atau kekerabatan. Jadi bisa dibilang sistim mata pencaharian.
sistem perladangan dilakukan dengan cara berotasi atau bergilir, merupakan budaya khas semua suku Dayak. Sistem perladangan semacam itu mempunyai kearifan dan pengetahuan tersendiri, dalam hal pemeliharaan keseimbangan lingkungan.
Namun demikian, sistem perladangan semacam ini sering dipecundangi, dituduh tidak produktif dan merusak hutan. Suatu vonis yang harus diluruskan sebab banyak penelitian telah membuktikan salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dove (1988) terhadap suku Kantu di Kalimantan Barat yang menyatakan sistem perladangan suku Dayak tidak menyebabkan kerusakan hutan atau lingkungan.
Selain berladang, terutama pada saat menunggu waktu membuka lahan, suku Dayak melakukan pekerjaan lain. Diantaranya adalah berburu, mencari hasil hutan, dan mencari ikan di sungai.

A.Pengawetan Makanan.
          Alasannya agar makanan yang  ada bias bertahan lama karena masyarakat dayak hanya memakai cara-cara alami tidak ada pengawetan makanan seperti zaman modern ini.Contohnya:kulkas,formalin atau lapisan lilin yang tipis.
          Cara pengawetan makanan pada zaman lokal sebagai berikut:
·         Kariting atau karapas
Ialah salah satu cara pengawetan daging babi.
Caranya:Daging dan lemak babi ditaburi garam dan disangrai hingga kering.Setelah dingin disimpan bersama lemaknya dalam suatu wadah yang bias ditutup rapat.Pengawetan cara ini bias bertahan selama 6 bulan asalkan jangan terkena air.
·         Sehei
Adalah satu cara untuk mengawetkan ikan.Daya tahan cara pengawetan ini tidak lebih dari tujuh hari.Caranya:yaitu ikan yang masih baru di panggang di atas bara api hingga kering benar.
·         Kalasuam
Adalah cara pengawetan daging buruan atau ikan agar rasanya tidak berubah.namun pengawetan cara ini daya tahannya tidak lebih dari tujuh hari.Caranya:ikan atau daging yang akan di awetkan diberi garam secukupnya,dikasih sedikit air,dimasak setengah matang di atas api dan tutup panci jangan di buka hingga saat akan dimanfaatkan.
Berburu hewan
Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah masa tanam, yakni saat menunggu panen dari kebun mereka. Mata pencaharian suku Dayak pedalaman ini biasanya berburu di hutan dan mencari ikan di Sungai. Hewan yang sering menjadi tangkapan mereka dan menjadi makanan sehari-hari adalah babi hutan, unggas dan hewan yang bisa ditangkap lainnya. Dengan masuknya pendidikan formal di kalangan suku Dayak, banyak dari mereka yang meninggalkan pola berburu menjadi pola beternak. Umumnya ternak mereka adalah babi karena sangat mudah mencari makanannya. Babi adalah bahan makanan dan juga merupakan binatang yang sering digunakan dalam upacara adat tradisional suku Dayak. Selain itu juga ada ayam yang diternak secara bebas, tanpa diberikan kandang.
 B.Alat Berburu
          Peralatan berburu adalah sebagai berikut:
·         Tampuling,
·         Jarat,
·         Tambuwung,
·         Sangguh sipet,
·         Sangguh atep,
·         Sambulut,
·         Katek,
·         Sepan-sepan,
·         Salugi,
·         Sansuruk/jarat pelanduk,
·         Sampiti/poti,
·         Sangkatok/saketung/jarat tupai.
Berburu pada zaman lokal tidak akan berefek terhadap lingkungan.Sangat berbeda dengan zaman modern.Cara berburu pada zaman modern banyak berefek pada lingkungan.Contohnya:penangkapan ikan di laut.

C.penangkapan ikan
Alasan dan tujuan penangkapan ikan adalah ikan yang telah didapatkan dari berburu akan dijadikn makanan dan juga di awetkan agar rasa daging ikan tidak berubah.Cara menangkap ikan pada zaman lokal bukannya merusak malahan bersahabat dengan lingkungan contohnya menangkap ikan di sungai. Dengan cara                                                            
1. memancing
2.marengge
3.pasat
4.malunta
5.buwu
6.manyauk(saok).

D.penangkapan hewan darat
Alasan dan tujuan penangkpan hewan darat adalah untuk makanan bertahan hidup dari kelaparan.Dari zaqman lokal sampai zaman modern perburuan hewan yang ada didarat dilaut , sunbgai, maupun diudara selalu dilakukan.Tetapi cara dan pemanfaatannya berbeda.Pada zaman lokal masyarakat dayak menangkap hewan menggunakan sumpit atau yang dikenal dengan sipet dan juga tombak.Pemanfaatannya untuk makanan saja tidak digunakan untuk macam-macam.Sedangkan pada zaman modern masyrakat dayak menggunkan tembakan atau pistol,panah, pemanfaatannya merugikan.

E.penangkapan burung
Alasan dan tujuan penangkapan burung untuk dijadikan makanan. Zaman dulu masyarakat suku dayak Kalimantan tengah cara menangkap burung besar si pemburu akan menirukan suara burung dengaan mulutnya sendiri dan dimiripkan dengan suara elang.Bisa juga dengan sumpit atau  tombak.Jarum,sumpit yang digunakan berburu burung dioleskan dengan ramuan racun yang berfungsi untuk melumpuhkan atau bahkan mematikan.

Kesimpulan
Masyarakat dayak mencari mata pencarian dengan cara berburu,bertani,dan berkebun.ada seorang peneliti telah membuktikan bahwa cara pencarian  suku dayak tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Itu telah membuktikan dari salah satu isu  yang mengatakan bahwa “Kabut asap di akibatkan oleh masyarakat dayak”.

Kamis, 24 Oktober 2013

SUKU DAYAK

 PENGERTIAN TENTANG Suku Dayak
Suku Dayak terbilang cukup dominan mendiami  Tanah Borneo.  Suku ini memiliki banyak keunikan dan kekhasan dalam kebudayaan dan adatnya. Untuk lebih mengenal dan mengerti tentang  salah satu suku di Indonesia ini,penulis akan menjabarkan secara singkat seperti dibawah ini.
Persebaran
Penyebaran Suku Dayak cukup luas di pulau Kalimantan,khususnya Kalimantan tengah  seperti  contoh dibawah ini :







           Dari gambar diatas bisa kita lihat bahwa masyarakat Dayak memiliki persebaran yang cukup luas dengan keragaman yang tinggi , dan tidak berhenti sampai disitu dari ketujuh ragam suku-suku tersebut masih terdapat suku-suku kecil didalamnya.
I . Dayak Ngaju :
·         Dayak Ngaju               = 53 suku kecil
·         Dayak Maanyan          = 8 suku kecil
·         Dayak Dusun              = 8 suku kecil
·         Dayak Lawangan        = 8 suku kecil

II. Dayak Apu Kayan :
·         Dayak Kenya               = 24 suku kecil
·         Dayak Kayan              = 10 suku kecil
·         Dayak Bahau              = 26 suku kecil
III. Dayak Heban  :
·         Dayak Heban              = 11 suku kecil
IV. Dayak Klemantan :
·         Dayak Ketungau               = 47 suku kecil
·         Dayak Klemantan       = 40 suku kecil
V. Dayak Murut  :
·         Dayak Murut               = 28 suku kecil
·         Dayak Idaan               = 6 suku kecil
VI.  Dayak Punan :
·         Dayak Punan               = 24 suku kecil
·         Dayak Basap               = 20 suku kecil
·         Dayak Ot                    = 3 suku kecil
·         Dayak Bukat               = 3 suku kecil
VII. Dayak Ot Danum :
·         Dayak Ot Danum        = 61 suku kecil






Rumah Tradisional Suku Dayak
RUMAH BETANG

           Rumah tradisional suku Dayak disebut Betang, adalah tempat kediaman suku Dayak di beberapa daerah Kalimantan Tengah. Betang melambangkan sifat-sifat khas suku Dayak, yaitu kewaspadaan, kerukunan hidup dan persatuan.


           Konstruksi betang memungkinkan berpuluh keluarga dapat tinggal dengan rukun dan aman. Betang dibuat memanjang, bertiang tinggi dengan satu tangga, disebut tangga lempang, yaitu kayu bulat ditarah menjadi lekuk-lekuk.


           Betang dibuat dengan konstruksi bertiang tinggi dimaksud untuk menghindarkan keluarga dari serangan musuh ataupun binatang buas. Pada malam hari, untuk menghindari serangan musuh atau binatang buas, tangga lempang ini diangkat ke atas rumah. Dengan cara itu musuh tidak bisa memasuki rumah dengan cara memanjat tiang rumah.



 
K     Keagamaan
           Masyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa suku, yaitu Ngaju, Ot Danum, dan Ma’anyan di Kalimantan Tengah. Kepercayaan yang dianut meliputi: agama Islam, Kristen, Katolik, dan Kaharingan (pribumi). Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan. Masyarakat Dayak percaya pada roh-roh:
  1. Sangiang nayu-nayu (roh baik);
  2. Taloh, kambe (roh jahat).
Dalam syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut negeri raja yang berpasir emas. Upacara adat dalam masyarakat Dayak meliputi:
  1. Upacara pembakaran mayat,
  2. Upacara menyambut kelahiran anak, dan
  3. Upacara penguburan mayat.
Upacara pembakaran mayat disebut tiwah dan abu sisa pembakaran diletakkan di sebuah bangunan yang disebut tambak.



Mata Pencaharian
           Mata pencaharian adalah suatu upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pada suatu kelompok masyarakat. Mata pencaharian masyarakat pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Demikian juga dengan yang terjadi pada mata pencaharian suku Dayak yang berada di Kalimantan. Mata pencaharian mereka dipengaruhi oleh faktor geografis yang berhubungan dengan tempat tinggal, latar belakang pendidikan, sosial dan kepercayaan. Secara umum, mata pencaharian masyarakat suku Dayak adalah bertani, berburu dan bekerja di pemerintahan.


·         Bertani
Pada jaman dulu, sejak sebelum pendidikan formal masuk ke pemukiman Dayak yang ada di dalam hutan, kebanyakan masyarakat Dayak memiliki mata pencaharian sebagai petani yang menggarap lahan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Tidak seperti masyarakat petani suku Jawa yang menanam padi di Sawah, suku Dayak menanami kebun mereka dengan jenis padi Gogo yang bisa tumbuh di lahan kurang air dan juga tanaman seperti singkong, ubi jalar dan pisang. Kondisi tanah di Kalimantan memiliki lapisan humus tipis dan berjenis tanah gambut, maka lahan perkebununan suku Dayak mudah sekali kehilangan kesuburan. Cara meningkatkan kesuburan adalah dengan membakar lahan dan membuka lahan baru. Namun semenjak mengerti cara pertanian modern, sistem ladang berpindah dan juga membakar hutan ini sudah ditinggalkan karena dapat merusak lingkungan.
·         Berburu hewan
Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah masa tanam, yakni saat menunggu panen dari kebun mereka. Mata pencaharian suku Dayak pedalaman ini biasanya berburu di hutan dan mencari ikan di Sungai. Hewan yang sering menjadi tangkapan mereka dan menjadi makanan sehari-hari adalah babi hutan, unggas dan hewan yang bisa ditangkap lainnya. Dengan masuknya pendidikan formal di kalangan suku Dayak, banyak dari mereka yang meninggalkan pola berburu menjadi pola beternak. Umumnya ternak mereka adalah babi karena sangat mudah mencari makanannya. Babi adalah bahan makanan dan juga merupakan binatang yang sering digunakan dalam upacara adat tradisional suku Dayak. Selain itu juga ada ayam yang diternak secara bebas, tanpa diberikan kandang.
·         Pegawai
Banyak putra suku Dayak yang berhasil menempuh pendidikan hingga tingkat yang paling tinggi sehingga merubah pola mata pencaharian suku Dayak. Banyak dari generasi baru suku Dayak ini yang kemudian menjadi pegawai negeri, karyawan di perusahaan swasta atau BUMN bahkan menjadi pejabat di pemerintahan. Selain itu banyak juga yang kemudian kembali di tanah kelahirannya untuk menjadi guru, kepala desa, bidan atau tenaga medis lainnya. Mereka membagi ilmu dari bangku sekolah dan menularkannya pada saudara yang berada di pedalaman.


Senjata khas (MANDAU)            Suku Dayak adalah suku yang gemar sekali berpetualang, sehingga untuk memberi kenyamanan dalam perjalanannya seorang putra dayak akan melengkapi dirinya dengan senjata. Mandau adalah salah satu senjata suku Dayak yang merupakan pusaka turun temurun dan dianggap sebagai barang keramat.
           Mandau bertatah, atau berukir dengan menggunakan emas, perak atau tembaga sedangkan ambang atau apang hanya terbuat dari besi biasa.Mandau atau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau dirawat dengan baik karena diyakini bahwa mandau memiliki kekuatan spiritual yang mampu melindungi mereka dari serangan dan maksud jahat lawan.
           Hingga sekarang Mandau masih mewarnai kehidupan suku-suku Dayak, baik untuk berburu ataupun untuk kegiatan sehari-hari. Sedangkan Mandau yang sering kali kita liat dipergunakan dalam seni tari, kebanyakan adalah Mandau Imitasi atau tiruan. Ha itu tak lain sebagai bentuk pelestarian pada budaya bangasa pada generasi selanjutnya.

Rabu, 16 Oktober 2013

Rabu, 09 Oktober 2013

Kebudayaan Kalimantan Tengah


SENJATA TRADISIONAL

Mandau

 

Kalimantan adalah salah satu dari 5 pulau besar yang ada di Indonesia. Sebenarnya pulau ini tidak hanya merupakan “daerah asal” orang Dayak semata karena di sana ada orang Banjar (Kalimantan Selatan) dan orang Melayu. Di kalangan orang Dayak sendiri, satu dengan lainnya menumbuh-kembangkan kebudayaan tersendiri. Namun demikian, satu dengan lainnya mengenal atau memiliki senjata khas Dayak yang disebut sebagai mandau. Dalam kehidupan sehari-hari senjata ini tidak lepas dari pemiliknya. Artinya, kemanapun sang pemilik pergi mandau akan selalu dibawa karena berfungsi sebagai simbol kehormatan atau jati diri.

Zaman dahulu mandau dianggap memiliki unsur magis dan hanya digunakan dalam acara ritual tertentu seperti perang, pengayauan, perlengkapan tarian adat, dan perlengkapan upacara.

Mandau dipercayai memiliki tingkat-tingkat keampuhan atau kesaktian. Kekuatan saktinya itu tidak hanya diperoleh dari proses pembuatannya yang melalui ritual-ritual tertentu, tetapi juga dalam tradisi pengayauan (pemenggalan kepala lawan). Ketika itu (sebelum abad ke-20) semakin banyak orang yang berhasil di-kayau, maka mandau yang digunakannya semakin sakti. Biasanya sebagian rambutnya digunakan untuk menghias gagang mandau. Mereka percaya bahwa orang yang mati karena di-kayau, rohnya akan mendiami mandau tersebut sehingga menjadi sakti. Namun, saat ini fungsi mandau sudah berubah, yaitu sebagai benda seni dan budaya, cinderamata, barang koleksi serta senjata untuk berburu, memangkas semak belukar dan bertani.

 

Struktur Mandau

1. Bilah Mandau
Bilah mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa berbentuk pipih-panjang seperti parang dan berujung runcing (menyerupai paruh yang bagian atasnya berlekuk datar). Salah satu sisi mata bilahnya diasah tajam, sedangkan sisi lainnya dibiarkan sedikit tebal dan tumpul. Ada beberapa jenis bahan yang dapat digunakan untuk membuat mandau, yaitu besi montallat, besi matikei, dan besi baja yang diambil dari per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan, dan lain sebagainya. Konon, mandau yang paling baik mutunya adalah yang dibuat dari batu gunung yang dilebur khusus sehingga besinya sangat kuat dan tajam serta hiasannya diberi sentuhan emas, perak, atau tembaga. Mandau jenis ini hanya dibuat oleh orang-orang tertentu.

Pembuatan bilah mandau diawali dengan membuat bara api di dalam sebuah tungku untuk memuaikan besi. Kayu yang digunakan untuk membuat bara api adalah kayu ulin karena dapat menghasilkan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kayu lainnya. Setelah kayu menjadi bara, maka besi yang akan dijadikan bilah mandau ditaruh diatas bara tersebut agar memuai. Kemudian, ditempa menggunakan palu.

Penempaan dilakukan secara berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk bilah mandau yang diinginkan. Setelah bilah terbentuk, tahap selanjutnya adalah membuat hiasan berupa lekukan dan gerigi pada mata mandau serta lubang-lubang pada bilah mandau. Konon, banyaknya lubang pada sebuah mandau mewakili banyaknya korban yang pernah kena tebas mandau tersebut. Cara membuat hiasan sama dengan cara membuat bilah mandau, yaitu memuaikan dan menempanya dengan palu berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk yang diinginkan. Setelah itu, barulah bilah mandau dihaluskan dengan menggunakan gerinda.

2. Gagang (Hulu Mandau)
Gagang (hulu mandau) terbuat dari tanduk rusa yang diukir menyerupai kepala burung. Seluruh permukaan gagangnya diukir dengan berbagai motif seperti kepala naga, paruh burung, pilin, dan kait. Pada ujung gagang ada pula yang diberi hiasan berupa bulu binatang atau rambut manusia. Bentuk dan ukiran pada gagang mandau ini dapat membedakan tempat asal mandau dibuat, suku, serta status sosial pemiliknya.

3. Sarung Mandau
Sarung mandau (kumpang) biasanya terbuat dari lempengan kayu tipis. Bagian atas dilapisi tulang berbentuk gelang. Bagian tengah dan bawah dililit dengan anyaman rotan sebagai penguat apitan. Sebagai hiasan, biasanya ditempatkan bulu burung baliang, burung tanyaku, manik-manik dan terkadang juga diselipkan jimat. Selain itu, mandau juga dilengkapi dengan sebilah pisau kecil bersarung kulit yang diikat menempel pada sisi sarung dan tali pinggang dari anyaman rotan.

 

Nilai Budaya

Pembuatan mandau, jika dicermati secara seksama mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai keindahan tercermin dari bentuk-bentuk mandau yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah mandau yang indah.

Talawang

Talawang adalah alat yang digunakan oleh suku Dayak untuk  pertahanan diri atau pelindung diri dari serangan musuh.

Talawang dibuat dari bahan kayu yang ringan tetapi kuat. Bentuknya segi enam memanjang dengan ukuran panjang kurang lebih 1 meter dan lebarnya kurang lebih 0,5 meter dengan perkiraan dapat menutupi dada manusia guna menangkis mandau atau tombak musuh apabila terjadi perkelahian dalam perang. Keseluruhan bidang depan talawang biasanya diukir bentuk topeng (hudo), lidah api, dan pilin ganda.

Selain sebagai pelengkap alat pertahanan diri, talawang juga digunakan sebagai pelengkap dalam tari-tarian. 

 

tarian kalimantan tengah

Kaliamantan tengah sebuah propinsi yang berada di pulau kalimantan dimana budaya dayak berada disini, sebenarnya diseluruh pulau kalimantan terdapat suku dayak, namun yang membedakan disini adlah adat istiadat dan tariannya

Budaya dayak adalah budaya yang sanagat luhur dan eksotis mulai dari keseharian, cara hidup dan adat istiadatnya
ini bisa kita lihat dari bentuk bangunan khas suku dayak dan pakaian adat dari suku dayak yang sangat bagus dan eksotis, siapapun yang mengenakan pakaian adat dari suku dayak ini sunguh kelihatan sanagat mempesona.
tiada habisnya bila kita mebahas budaya yang satu ini, budaya yang luhur dimana selalu menyatu dengan alam dan lingkunganya dan tiada duanya saya sangat suka sekali denagn budaya dayak ini
berikut beberapa tarian dan adat istiadat dari suku dayak atau budaya dayak.



rumah betang

tambundanbungail

tari bawikuwu

Tari-Anyam




/9033_1065399894248_1803568003_133047_4340919_n1.jpg”>