Sabtu, 16 November 2013

Perkembangan Budaya INDONESIA

PERKEMBANGAN BUDAYA DI INDONESIA

Seperti yang kita ketahui, perkembangan budaya indonesia salalu saja naik dan turun. Pada awalnya, indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal seperti itulah yang harus dibanggakan oleh penduduk indonesia sendiri, tetapi sekarang-sekarang ini budaya indonesia agak menurun dari sosialisasi penduduk kini telah banyak yang melupakan apa itu budaya Indonesia. Semakin majunya arus globalisasi rasa cinta terhadap budaya semakin berkurang, dan ini sangat berdampak tidak baik bagi masyarakat asli Indonesia. Terlalu banyaknya kehidupan asing yang masuk ke Indonesia, masyarakat kini telah berkembang menjadi masyarakat modern.. namun akhir-akhir ini indonesia semakin gencar membudidayakan sebagian budaya indonesia, buktinya, masyarakat luar lebih mengenal budaya indonesia dibandingkan masyarakat indonesia.Didalam budaya seni, indonesia mempunyai kemajuan. khususnya Tarian tradisional telah mengalami kemajuan yang cukup baik dan telah meranjak ke internasional. Akan tetapi ada beberapa bagian dari budaya indonesia yang di klaim oleh negara lain.

BERBAGAI MACAM KEBUDAYAAN DI INDONESIA


Desa Wisata Kamasan Kabupaten klungkung,Bali (Budaya Bali)

Kamasan adalah sebuah komunitas seniman lukisan tradisional. Begitu intim dan begitu lama berkembangnya seni lukis tradisional maka para seniman menyebut hasil-hasil lukisan di sana memiliki gaya (style) tersendiri yaitu lukisan tradisional Kamasan. Sesungguhnya bakat seni tumbuh pula pada karya-karya seni lainnya yaitu berupa seni ukir emas dan perak dan yang terakhir ialah seni ukir peluru. Meskipun dari segi material yang digunakan kain warna logam mengikuti perubahan yang terjadi tetapi ciri khasnya tetap tampak dalam tema lukisan atau ukiran yaitu menggambarkan tokoh-tokoh wayang.

Suku Baduy diPedalaman Banten (Budaya Banten)



Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo 

Upacara Ngaben Bali (Budaya Bali)



Ngaben adalah upacara penyucian atma (roh) fase pertama sbg kewajiban suci umat Hindu Bali terhadap leluhurnya dengan melakukan prosesi pembakaran jenazah. Seperti yg tulis di artikel ttg pitra yadnya, badan manusia terdiri dari badan kasar, badan halus dan karma. Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yg disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi (zat padat), apah (zat cair), teja (zat panas) bayu (angin) dan akasa (ruang hampa). Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakan oleh atma (roh). Ketika manusia meninggal yg mati adalah badan kasar saja, atma-nya tidak. Nah ngaben adalah proses penyucian atma/roh saat meninggalkan badan kasar.

Upacara Kasada (Kasodo) dan Pura Luhur Poten Gunung Bromo (Budaya Jawa Timur)



Sejak Jaman Majapahit konon wilayah yang mereka huni adalah tempat suci, karena mereka dianggap abdi – abdi kerajaan Majapahit. Sampai saat ini mereka masih menganut agama hindu, Setahun sekali masyarakat tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada. Upacara ini berlokasi disebuah pura yang berada dibawah kaki gunung bromo. Dan setelah itu dilanjutkan kepuncak gunung Bromo. Upacara dilakukan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama dibulan Kasodo menurut penanggalan Jawa.

Tana Toraja – Tanah Kerajaan Surga (Budaya Sulawesi Selatan)




Perjalanan dari Makasar atau Ujung Pandang ke Toraja dengan melewati jalur pesisir sepanjang 130 km mendaki pegunungan. Setelah memasuki Tana Toraja, anda mulai memasuki pamandangan alam yang penuh dengan keagungan. Batu grafit dan batuan lainnya, serta birunya pegunungan di kejauhan setelah melewati pasar Desa Mebali akan terlihat masyarakat yang sedang beternak domba sehingga pemandangan terlihat kontras dengan padang rumput yang hijau subur, limpahan makanan di tanah tropis yang indah. Ini adalah Tana Toraja, salah satu tempat wisata terbaik di Indonesia.

budaya indonesia

 

Kebudayaan nasional

  kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
Kebudayaan nasional yang berlandaskan pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya, Semarang: P&K, 199

Pernyataan yang tertera pada  Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR untuk jangka waktu 5 tahun. Dengan adanya Amandemen UUD 1945 dimana terjadi perubahan peran MPR dan presiden, GBHN tidak berlaku lagi. Sebagai gantinya, UU no. 25/2004 mengatur tentang SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL, yang menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan dibentuknya Republik Indonesia seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dituangkan dalam bentuk RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang). Skala waktu RPJP adalah 20 tahun, yang kemudian dijabarkan dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), yaitu perencanaan dengan skala waktu 5 tahun, yang memuat visi, misi dan program pembangunan dari presiden terpilih, dengan berpedoman pada RPJP. Di tingkat daerah, Pemda harus menyusun sendiri RPJP dan RPJM Daerah, dengan merujuk kepada RPJP Nasiona merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan KEBUDAYAAN INDONESIA. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.
 

Rabu, 30 Oktober 2013

masyarakat asli KALIMANTAN dan mata pencarian SUKU DAYAK


1.Masyarakat Asli KALIMANTAN

Suku Dayak adalah Suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok dan tinggal di daerah pedalaman seperti di gunung dan sebagainya, salah satu kelompok asli terbesar dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak mengenal menyerah atau pantang mundur.
  1. Awal Terbentuknya Dayak
Pada tahun 1977-1978 saat itu benua Asia dan pulau Kalimantan merupakan bagian nusantara yang menyatu yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.
Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku berbeda.
Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.
Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.
Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto kertodipoero,1963).
Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau kalimantan. Kelompok suku dayak terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405. Masing-masing sub suku dayak di pulau kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya.
Kata dayak beasal dari kata “Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan kalimantan umumnya dan kalimantan barat khususnya (walaupun kini banyak masyarakat dayak yang telah bermukim di kota atau provinsi), mempunyai kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya. Suku dayak sebagai salah satu kelompok suku asli terbesar dan tertua yang mendalami pulau kalimantan.
Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608).
Masyarakat dayak sangat tertarik ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi jual-beli barang kebutuhan, dan interaksi kebudayaan, menyebabkan pesisir kalimantan barat menjadi ramai dikunjungi pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka.

2.Mata Pencaharian Suku Dayak
Kalimantan memiliki landasan tanah yang terdiri dari karang padas, dan lapisan tanah humus yang tipis, sedang daratannya berupa hutan. Dengan penduduk yang tidak begitu padat. Berladang menjadi salah satu pilihan mata pencaharian masyarakat suku Dayak. Pekerjaan ini membutuhkan banyak tenaga. Sehingga pengerjaannya dilakukan oleh kelompok yang biasanya berdasarkan hubungan tetangga atau kekerabatan. Jadi bisa dibilang sistim mata pencaharian.
sistem perladangan dilakukan dengan cara berotasi atau bergilir, merupakan budaya khas semua suku Dayak. Sistem perladangan semacam itu mempunyai kearifan dan pengetahuan tersendiri, dalam hal pemeliharaan keseimbangan lingkungan.
Namun demikian, sistem perladangan semacam ini sering dipecundangi, dituduh tidak produktif dan merusak hutan. Suatu vonis yang harus diluruskan sebab banyak penelitian telah membuktikan salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dove (1988) terhadap suku Kantu di Kalimantan Barat yang menyatakan sistem perladangan suku Dayak tidak menyebabkan kerusakan hutan atau lingkungan.
Selain berladang, terutama pada saat menunggu waktu membuka lahan, suku Dayak melakukan pekerjaan lain. Diantaranya adalah berburu, mencari hasil hutan, dan mencari ikan di sungai.

A.Pengawetan Makanan.
          Alasannya agar makanan yang  ada bias bertahan lama karena masyarakat dayak hanya memakai cara-cara alami tidak ada pengawetan makanan seperti zaman modern ini.Contohnya:kulkas,formalin atau lapisan lilin yang tipis.
          Cara pengawetan makanan pada zaman lokal sebagai berikut:
·         Kariting atau karapas
Ialah salah satu cara pengawetan daging babi.
Caranya:Daging dan lemak babi ditaburi garam dan disangrai hingga kering.Setelah dingin disimpan bersama lemaknya dalam suatu wadah yang bias ditutup rapat.Pengawetan cara ini bias bertahan selama 6 bulan asalkan jangan terkena air.
·         Sehei
Adalah satu cara untuk mengawetkan ikan.Daya tahan cara pengawetan ini tidak lebih dari tujuh hari.Caranya:yaitu ikan yang masih baru di panggang di atas bara api hingga kering benar.
·         Kalasuam
Adalah cara pengawetan daging buruan atau ikan agar rasanya tidak berubah.namun pengawetan cara ini daya tahannya tidak lebih dari tujuh hari.Caranya:ikan atau daging yang akan di awetkan diberi garam secukupnya,dikasih sedikit air,dimasak setengah matang di atas api dan tutup panci jangan di buka hingga saat akan dimanfaatkan.
Berburu hewan
Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah masa tanam, yakni saat menunggu panen dari kebun mereka. Mata pencaharian suku Dayak pedalaman ini biasanya berburu di hutan dan mencari ikan di Sungai. Hewan yang sering menjadi tangkapan mereka dan menjadi makanan sehari-hari adalah babi hutan, unggas dan hewan yang bisa ditangkap lainnya. Dengan masuknya pendidikan formal di kalangan suku Dayak, banyak dari mereka yang meninggalkan pola berburu menjadi pola beternak. Umumnya ternak mereka adalah babi karena sangat mudah mencari makanannya. Babi adalah bahan makanan dan juga merupakan binatang yang sering digunakan dalam upacara adat tradisional suku Dayak. Selain itu juga ada ayam yang diternak secara bebas, tanpa diberikan kandang.
 B.Alat Berburu
          Peralatan berburu adalah sebagai berikut:
·         Tampuling,
·         Jarat,
·         Tambuwung,
·         Sangguh sipet,
·         Sangguh atep,
·         Sambulut,
·         Katek,
·         Sepan-sepan,
·         Salugi,
·         Sansuruk/jarat pelanduk,
·         Sampiti/poti,
·         Sangkatok/saketung/jarat tupai.
Berburu pada zaman lokal tidak akan berefek terhadap lingkungan.Sangat berbeda dengan zaman modern.Cara berburu pada zaman modern banyak berefek pada lingkungan.Contohnya:penangkapan ikan di laut.

C.penangkapan ikan
Alasan dan tujuan penangkapan ikan adalah ikan yang telah didapatkan dari berburu akan dijadikn makanan dan juga di awetkan agar rasa daging ikan tidak berubah.Cara menangkap ikan pada zaman lokal bukannya merusak malahan bersahabat dengan lingkungan contohnya menangkap ikan di sungai. Dengan cara                                                            
1. memancing
2.marengge
3.pasat
4.malunta
5.buwu
6.manyauk(saok).

D.penangkapan hewan darat
Alasan dan tujuan penangkpan hewan darat adalah untuk makanan bertahan hidup dari kelaparan.Dari zaqman lokal sampai zaman modern perburuan hewan yang ada didarat dilaut , sunbgai, maupun diudara selalu dilakukan.Tetapi cara dan pemanfaatannya berbeda.Pada zaman lokal masyarakat dayak menangkap hewan menggunakan sumpit atau yang dikenal dengan sipet dan juga tombak.Pemanfaatannya untuk makanan saja tidak digunakan untuk macam-macam.Sedangkan pada zaman modern masyrakat dayak menggunkan tembakan atau pistol,panah, pemanfaatannya merugikan.

E.penangkapan burung
Alasan dan tujuan penangkapan burung untuk dijadikan makanan. Zaman dulu masyarakat suku dayak Kalimantan tengah cara menangkap burung besar si pemburu akan menirukan suara burung dengaan mulutnya sendiri dan dimiripkan dengan suara elang.Bisa juga dengan sumpit atau  tombak.Jarum,sumpit yang digunakan berburu burung dioleskan dengan ramuan racun yang berfungsi untuk melumpuhkan atau bahkan mematikan.

Kesimpulan
Masyarakat dayak mencari mata pencarian dengan cara berburu,bertani,dan berkebun.ada seorang peneliti telah membuktikan bahwa cara pencarian  suku dayak tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Itu telah membuktikan dari salah satu isu  yang mengatakan bahwa “Kabut asap di akibatkan oleh masyarakat dayak”.

Kamis, 24 Oktober 2013

SUKU DAYAK

 PENGERTIAN TENTANG Suku Dayak
Suku Dayak terbilang cukup dominan mendiami  Tanah Borneo.  Suku ini memiliki banyak keunikan dan kekhasan dalam kebudayaan dan adatnya. Untuk lebih mengenal dan mengerti tentang  salah satu suku di Indonesia ini,penulis akan menjabarkan secara singkat seperti dibawah ini.
Persebaran
Penyebaran Suku Dayak cukup luas di pulau Kalimantan,khususnya Kalimantan tengah  seperti  contoh dibawah ini :







           Dari gambar diatas bisa kita lihat bahwa masyarakat Dayak memiliki persebaran yang cukup luas dengan keragaman yang tinggi , dan tidak berhenti sampai disitu dari ketujuh ragam suku-suku tersebut masih terdapat suku-suku kecil didalamnya.
I . Dayak Ngaju :
·         Dayak Ngaju               = 53 suku kecil
·         Dayak Maanyan          = 8 suku kecil
·         Dayak Dusun              = 8 suku kecil
·         Dayak Lawangan        = 8 suku kecil

II. Dayak Apu Kayan :
·         Dayak Kenya               = 24 suku kecil
·         Dayak Kayan              = 10 suku kecil
·         Dayak Bahau              = 26 suku kecil
III. Dayak Heban  :
·         Dayak Heban              = 11 suku kecil
IV. Dayak Klemantan :
·         Dayak Ketungau               = 47 suku kecil
·         Dayak Klemantan       = 40 suku kecil
V. Dayak Murut  :
·         Dayak Murut               = 28 suku kecil
·         Dayak Idaan               = 6 suku kecil
VI.  Dayak Punan :
·         Dayak Punan               = 24 suku kecil
·         Dayak Basap               = 20 suku kecil
·         Dayak Ot                    = 3 suku kecil
·         Dayak Bukat               = 3 suku kecil
VII. Dayak Ot Danum :
·         Dayak Ot Danum        = 61 suku kecil






Rumah Tradisional Suku Dayak
RUMAH BETANG

           Rumah tradisional suku Dayak disebut Betang, adalah tempat kediaman suku Dayak di beberapa daerah Kalimantan Tengah. Betang melambangkan sifat-sifat khas suku Dayak, yaitu kewaspadaan, kerukunan hidup dan persatuan.


           Konstruksi betang memungkinkan berpuluh keluarga dapat tinggal dengan rukun dan aman. Betang dibuat memanjang, bertiang tinggi dengan satu tangga, disebut tangga lempang, yaitu kayu bulat ditarah menjadi lekuk-lekuk.


           Betang dibuat dengan konstruksi bertiang tinggi dimaksud untuk menghindarkan keluarga dari serangan musuh ataupun binatang buas. Pada malam hari, untuk menghindari serangan musuh atau binatang buas, tangga lempang ini diangkat ke atas rumah. Dengan cara itu musuh tidak bisa memasuki rumah dengan cara memanjat tiang rumah.



 
K     Keagamaan
           Masyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa suku, yaitu Ngaju, Ot Danum, dan Ma’anyan di Kalimantan Tengah. Kepercayaan yang dianut meliputi: agama Islam, Kristen, Katolik, dan Kaharingan (pribumi). Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan. Masyarakat Dayak percaya pada roh-roh:
  1. Sangiang nayu-nayu (roh baik);
  2. Taloh, kambe (roh jahat).
Dalam syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut negeri raja yang berpasir emas. Upacara adat dalam masyarakat Dayak meliputi:
  1. Upacara pembakaran mayat,
  2. Upacara menyambut kelahiran anak, dan
  3. Upacara penguburan mayat.
Upacara pembakaran mayat disebut tiwah dan abu sisa pembakaran diletakkan di sebuah bangunan yang disebut tambak.



Mata Pencaharian
           Mata pencaharian adalah suatu upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pada suatu kelompok masyarakat. Mata pencaharian masyarakat pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Demikian juga dengan yang terjadi pada mata pencaharian suku Dayak yang berada di Kalimantan. Mata pencaharian mereka dipengaruhi oleh faktor geografis yang berhubungan dengan tempat tinggal, latar belakang pendidikan, sosial dan kepercayaan. Secara umum, mata pencaharian masyarakat suku Dayak adalah bertani, berburu dan bekerja di pemerintahan.


·         Bertani
Pada jaman dulu, sejak sebelum pendidikan formal masuk ke pemukiman Dayak yang ada di dalam hutan, kebanyakan masyarakat Dayak memiliki mata pencaharian sebagai petani yang menggarap lahan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Tidak seperti masyarakat petani suku Jawa yang menanam padi di Sawah, suku Dayak menanami kebun mereka dengan jenis padi Gogo yang bisa tumbuh di lahan kurang air dan juga tanaman seperti singkong, ubi jalar dan pisang. Kondisi tanah di Kalimantan memiliki lapisan humus tipis dan berjenis tanah gambut, maka lahan perkebununan suku Dayak mudah sekali kehilangan kesuburan. Cara meningkatkan kesuburan adalah dengan membakar lahan dan membuka lahan baru. Namun semenjak mengerti cara pertanian modern, sistem ladang berpindah dan juga membakar hutan ini sudah ditinggalkan karena dapat merusak lingkungan.
·         Berburu hewan
Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah masa tanam, yakni saat menunggu panen dari kebun mereka. Mata pencaharian suku Dayak pedalaman ini biasanya berburu di hutan dan mencari ikan di Sungai. Hewan yang sering menjadi tangkapan mereka dan menjadi makanan sehari-hari adalah babi hutan, unggas dan hewan yang bisa ditangkap lainnya. Dengan masuknya pendidikan formal di kalangan suku Dayak, banyak dari mereka yang meninggalkan pola berburu menjadi pola beternak. Umumnya ternak mereka adalah babi karena sangat mudah mencari makanannya. Babi adalah bahan makanan dan juga merupakan binatang yang sering digunakan dalam upacara adat tradisional suku Dayak. Selain itu juga ada ayam yang diternak secara bebas, tanpa diberikan kandang.
·         Pegawai
Banyak putra suku Dayak yang berhasil menempuh pendidikan hingga tingkat yang paling tinggi sehingga merubah pola mata pencaharian suku Dayak. Banyak dari generasi baru suku Dayak ini yang kemudian menjadi pegawai negeri, karyawan di perusahaan swasta atau BUMN bahkan menjadi pejabat di pemerintahan. Selain itu banyak juga yang kemudian kembali di tanah kelahirannya untuk menjadi guru, kepala desa, bidan atau tenaga medis lainnya. Mereka membagi ilmu dari bangku sekolah dan menularkannya pada saudara yang berada di pedalaman.


Senjata khas (MANDAU)            Suku Dayak adalah suku yang gemar sekali berpetualang, sehingga untuk memberi kenyamanan dalam perjalanannya seorang putra dayak akan melengkapi dirinya dengan senjata. Mandau adalah salah satu senjata suku Dayak yang merupakan pusaka turun temurun dan dianggap sebagai barang keramat.
           Mandau bertatah, atau berukir dengan menggunakan emas, perak atau tembaga sedangkan ambang atau apang hanya terbuat dari besi biasa.Mandau atau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau dirawat dengan baik karena diyakini bahwa mandau memiliki kekuatan spiritual yang mampu melindungi mereka dari serangan dan maksud jahat lawan.
           Hingga sekarang Mandau masih mewarnai kehidupan suku-suku Dayak, baik untuk berburu ataupun untuk kegiatan sehari-hari. Sedangkan Mandau yang sering kali kita liat dipergunakan dalam seni tari, kebanyakan adalah Mandau Imitasi atau tiruan. Ha itu tak lain sebagai bentuk pelestarian pada budaya bangasa pada generasi selanjutnya.